Audisi Dai TPI & Pildacil

Beberapa waktu yang lalu, masyarakat di negri ini sempat dibuat "geger" dengan hadirnya acara TV yang bertajuk ajang pencarian bakat menyanyi bagi para kawula muda yang ingin terjun ke dunia entertaint atau hiburan berskala nasional. Sebut saja Akademi Fantasi Indosiar (AFI) yang diadakan oleh indosiar, Kontes Dangdut Indonesia (KDI) oleh TPI, dan Indonesian Idol (ID) oleh RCTI.

Ribuan peserta pun tersedot untuk mengikuti audisi di kota-kota penyelenggaraan. Bahkan ajang Indosian Idol mampu menyedot lebih dari 30.000 peserta audisi! Sebuah jumlah peserta yang fantastis untuk sebuah perlombaan.
Antri, berdesak-desakan, dan terpanggang di bawah sengatan matahari tak jadi masalah bagi para peserta yang sudah terobsesi untuk menjadi artis, terkenal, bisa tampil di TV, dan bisa merubah nasib.

Saat tayang di layar kaca, diluar dugaan acara-acara ini mampu menjadi penguasa rating pemirsa alias menjadi program acara TV yang paling banyak ditonton oleh masyarakat. Mengalahkan musuh bebuyutannya, SINETRON! Setelah sukses dengan AFI 1 nya, indosiar kembali melanjutkannya dengan AFI 2, AFI 3 dst. begitupula dengan KDI dan Indonesian Idol.

Sebagai Televisi Paling Inovatif (plesetan singkatan dari TPI), sepertinya TPI tidak ingin terpaku dalam ajang pencarian bakat menyanyi saja. Maka dibuatlah Audisi Pelawak TPI (API). Sesuai dengan namanya, audisi ini diperuntukkan bagi mereka-mereka yang punya bakat mengocok perut melalui lawakan. Acara "lomba guyon" ini pun sukses besar. Bahkan API berhasil mendapat penghargaan sebagai acara hiburan televisi terbaik dan ikut berpartisipasi dalam menjadikan TPI sebagai stasiun TV yang paling banyak ditonton oleh rakyat indonesia.

Singkatnya pada saat itu acara-acara dengan background ajang pencarian bakat sangat laris manis serta menjadi primadona bagi pemirsa layar kaca dan pemasang iklan.

Pada bulan juni 2005, lagi-lagi TPI mengadakan sebuah audisi yang sangat inovatif dengan merk DAI singkatan dari Dakwah TPI. Ajang ini diadakan untuk mencari generasi muda yang mempunyai bakat dalam berdakwah.

Timbul sebuah pesimisme dalam benak masyarakat, apakah acara ini bisa diminati oleh para pemirsa? mengingat kebanyakan masyarakat lebih menyukai acara-acara hiburan ketimbang harus mendengarkan pengajian. Walaupun ada pesimisme seperti itu, toh TPI tetap merealisasikannya dengan membuka pendaftaran peserta dan menyelenggarakan audisi di 4 kota besar yaitu Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya.

Walaupun audisi hanya dilaksanakan di pulau jawa, namun hal ini tidak menghalangi masyarakat dari luar pulau seperti sumatra, kalimantan, sulawesi, hingga papua untuk bisa ikut serta. Bahkan ada pula yang jauh-jauh datang dari Malaysia dan Brunei.

Antusias masyarakat yang sangat besar untuk menjadi peserta, seolah menjadi pertanda bahwa kelak acara ini akan meraih sukses saat tayang di layar kaca. Dari ribuan peserta yang mengikuti audisi di 4 kota tersebut, terpilihlah 20 peserta yang berhak menjadi finalis DAI dan berlaga di Jakarta.

Selanjutnya para finalis menjalani masa karantina di sebuah perumahan elite di kawasan Sentul, Bogor. Untuk lebih mendalami ilmu dan strategi dakwah, selama 6 bulan para finalis dibimbing dan digembleng oleh dai-dai senior seperti Ust.Anwar Sanusi, Ust.Wijayanto, Ust.Yusuf Mansyur, Ust.Wahfiudin, dll. Selain itu para finalis juga berkesempatan untuk belajar tentang ekonomi syari'ah di Bank Indonesia. Dalam hal menempa kedisiplinan para finalis DAI, selama karantina TPI mendatangkan PASKHAS TNI AU.

"kami ingin para finalis DAI ini tidak saja memiliki ilmu agama yang cukup serta skil berdakwah yang mumpuni, tapi juga harus mempunyai mental, semangat, disiplin dan dedikasi yang tinggi dalam menegakkan syi'ar islam, karena nantinya mereka akan disibukkan dengan tugas untuk mengabdi kepada masyarakat" tutur H.Panji Sanjaya, produser DAI TPI.


Keseharian dan kegiatan para finalis DAI selama menjalani masa karantina dapat disaksikan melalui acara PONDOK DAI yang disiarkan oleh TPI pada pukul 05.30 WIB - 06.00 setiap hari. Sedangkan untuk setiap hari minggu, para finalis menjalani tahap eliminasi yang disiarkan langsung oleh TPI dari gedung Teater Tanah Airku, Taman Mini Indonesia Indah, melalui program acara MIMBAR DAI. Acara ini dimulai pukul 13.00 WIB - 15.30 WIB.

Melalui tayangan MIMBAR DAI, TPI berhasil meraih rating tertinggi mengalahkan stasiun televisi yang lain untuk program acara TV yang disiarkan pada siang hari.

Karena selain digemari oleh puluhan juta pemirsa di nusantara, acara ini juga disaksikan oleh pemirsa yang ada di Singapura, Malaysia, Brunei, Hongkong, hingga sampai Arab Saudi dan Mesir. Sebuah prestasi luar biasa dalam sejarah pertelevisian indonesia untuk sebuah program acara "pengajian".

Berkat gemblengan pada masa karantina serta ditunjang dengan program acara TV bermerk PONDOK DAI dan MIMBAR DAI, TPI berhasil menelorkan dai-dai muda yang memiliki skil dan ciri khas berdakwah yang sangat luar biasa. Sebut saja Hariri (Hariri Abdul Azis), finalis berambut gondrong asal kota Bandung yang memiliki gaya dakwah "gaul" dan lihai dalam beretorika. Payage (Syaiful Islami) finalis dari Papua, yang memiliki keunikan tersendiri karena satu-satunya peserta yang berasal dari pulau paling timur Indonesia. Lalu Tri Kodok (Muhammad Angin Bawono) finalis dari Yogyakarta, yang mengedepankan kreatifitas dalam meramu materi dan gaya penyampaian dakwah kepada anak-anak TK dan SD melalui "jurus" nada dan dakwahnya. Umar (Umar Mawardi), Nanang (Nanang Qosim Rukmana), dan Farid (Muhammad Farid) yang memiliki suara emas dalam melantunkan ayat-ayat suci, dll.

Acara MIMBAR DAI sendiri berhasil mengumpulkan lebih dari 2,5 Miliar rupiah dari polling SMS pemirsa. Selanjutnya uang yang terkumpul akan digunakan untuk kepentingan syi'ar islam di negeri ini, seperti pembangunan masjid, madrasah, dan bantuan-bantuan bagi fakir miskin, yatim piatu, dan korban bencana alam.

Kesuksesan program acara DAI TPI ternyata memberikan inspirasi bagi stasiun televisi yang lain untuk membuat program acara serupa. Pada bulan ramadhan tahun 2005, Lativi sukses menyelenggarakan acara audisi dakwah "anak-anak" bermerk PILDACIL. Sekali lagi keberhasilan acara ini menandakan bahwa masyarakat di nusantara sangat antusias untuk "menonton" pengajian di TV.

Hadirnya DAI TPI dan PILDACIL ditanggapi beragam dari masyarakat. Sebagian besar masyarakat terutama kaum remaja sangat senang dengan adanya program acara tersebut,"kita jadi bisa belajar agama dari TV, melalui penampilan DAI TPI yang pas banget buat kaum remaja" terang Ratih, salah satu pelajar SMA di Pondok Gede, Bekasi. Namun ada pula yang berpendapat, "dakwah kok dilomba-lomba dan pake syuting segala!", sebuah pendapat yang ironi jika datangnya dari orang islam.

Sebagai muslim yang baik, kita dituntut untuk bijak dalam berpikir dan berpendapat terhadap hadirnya DAI TPI dan PILDACIL. Terlebih jika mengingat saat ini banyak sekali acara-acara TV yang tidak mendidik, bahkan cenderung merusak kebudayaan masyarakat dalam hidup berbangsa dan beragama.

Ajang DAI TPI dan PILDACIL telah berhasil membuktikan bahwa acara dakwah di televisi ternyata mampu bersaing dengan acara-acara lainnya. Kiprah para dai-dai muda pun juga terbukti bermanfaat bagi kelangsungan dan perkembangan syi'ar islam di negri ini. Sebelum kita menilai hasil kerja orang lain, kenapa kita tidak menilai hasil kerja diri kita sendiri? (by nur firdaus)